KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Kamis, 22/10/2009 | 17:01 WIB
KOMPAS.com - Fakta pemanasan global yang memengaruhi perubahan iklim dan degradasi kualitas lingkungan hidup manusia telah menyadarkan betapa pentingnya menyelamatkan kehidupan manusia di Bumi. Berbagai pihak terus bekerja sama membangun dunia baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Para pengembang properti berbagi informasi membangun properti hijau menuju kota hijau. Produk-produk properti hijau diperkenalkan kepada konsumen yang semakin kritis terhadap pengembang yang tidak ramah lingkungan. Ada banyak properti hijau berupa konsep kota taman, kota hijau, kota pohon, rumah kebun, kebun raya, taman hijau, hingga lembah hijau yang membanjiri pasaran telah memesona masyarakat.
Berbagai tren arsitektur bangunan yang sempat populer, mulai dari rumah bergaya tropis, country, mediteranian, hingga minimalis, mulai ditinggalkan konsumen. Para arsitek dan pemilik rumah mulai bekerja sama mengembangkan konsep rumah hunian yang ramah lingkungan dan semakin dicari penghuni.
Rumah ramah lingkungan (rumah hijau) mensyaratkan beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Rumah harus dibangun di atas lahan yang memang diperuntukkan bagi kawasan hunian, bukan kawasan hijau (daerah resapan air). Komposisi ruang terbangun dan ruang tidak terbangun disesuaikan dengan peraturan yang berlaku di setiap kawasan. Untuk kawasan hunian, koefisien dasar bangunan (KDB) idealnya maksimal 70 persen sehingga menyediakan koefisien dasar hijau (KDH) mencapai 30 persen.
Sejak perencanaan dan pembangunan rumah, bahan bangunan yang dipakai sebaiknya menggunakan material lokal atau mudah didapat dari daerah terdekat. Kemudahan mendatangkan material setempat akan menghemat biaya transportasi dan turut membantu mengurangi gas emisi karbon kendaraan.
Material lokal akan lebih menyelaraskan karakter bangunan dengan lingkungan sekitar, seperti bangunan ekspos batu kali, batu bata, dan kayu untuk perpaduan kesan alami; atau semen, baja, dan kaca yang menampilkan wajah modern. Interior dan perabot dalam rumah dapat memakai bahan-bahan yang mudah didaur ulang atau barang hasil daur ulang.
Denah bangunan cukup mudah diikuti, mengalirkan sirkulasi cahaya dan udara alami dengan leluasa. Peletakan pintu, jendela, void, dan lubang angin yang tepat. Ruang-ruang dalam rumah (ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, ruang makan, dapur) terasa cukup terang, tetapi tidak terlalu panas atau lembab. Udara segar mengembus ke segala penjuru ruangan, cukup dengan kipas angin, pemakaian AC hanya pada waktu tertentu.
Hemat listrik
Krisis listrik yang byarpet dan semakin mahal mendorong semua pihak untuk mulai membiasakan menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan. Meski belum banyak berkembang, warga terus berupaya mencari tenaga listrik yang (kalau bisa) mudah dan murah. Pilihan jatuh pada pemasangan panel- panel sel surya di atap bangunan untuk memanaskan air dan beberapa titik lampu.
Di kawasan pesisir pantai, dilakukan pengembangan kincir angin untuk memasok tenaga listrik. Biogas juga sudah dilirik untuk menerangi lampu atau memasak. Alternatif pengembangan energi listrik rumah ramah lingkungan harus terus dilakukan agar rumah tidak tergantung banyak pada pasokan listrik PLN di masa depan.
Ketersediaan KDH 30 persen lebih memberikan peluang untuk rumah dan penghuni dapat bernapas lega. Ruang hijau dikembangkan menjadi taman dengan konsep taman sesuai kebutuhan penghuni, seperti taman terapi/ refleksi/relaksasi, taman air, taman bunga, atau sesuai arsitektur bangunan—taman tropis, taman minimalis, taman jepang, dan taman mediteranian.
Taman yang cantik ini memberikan sumbangan ekologis kepada kota sebagai ruang terbuka hijau privat bagian dari ruang terbuka hijau kota. Penghuni berhak memperoleh insentif, seperti pengurangan pajak, pemotongan biaya listrik, telepon, dan kemudahan lain, dari pemerintah sebagai apresiasi pemerintah atas partisipasi warga dalam menambah hijau kota.
Para arsitek mulai rajin membangun atap hijau (green roof, roof garden) sebagai upaya menggantikan lahan (hijau) yang terbangun. Di kota-kota besar yang padat dan sumpek, kehadiran atap-atap hijau bak oase sejuk di tengah-tengah hutan beton kota. Belum cukup, dinding-dinding rumah juga dibalut tanaman merambat menjadi dinding hijau (green wall).
Bangunan yang diselimuti tanaman terbukti mampu memengaruhi iklim mikro lingkungan sekitar. Hawa panas turun. Taman menjadi insulasi atap alami. Radiasi sinar matahari diserap tanaman. Gas polutan diolah tanaman menjadi oksigen. Air hujan dapat ditampung, diserap, dan dialirkan ke dalam pipa serta diresapkan ke dalam sumur resapan air.
Pengolahan sampah
Ruang dalam rumah menjadi lebih sejuk dan nyaman (pemakaian AC dapat dikurangi). Penghuni dapat beristirahat, melihat langit biru di siang hari, menatap bintang berkilau di malam hari, atau membuat pesta taman di atas sambil menikmati pemandangan lanskap kota dari atap rumah. Suatu pengalaman yang sangat langka bagi warga kota.
Rumah ramah lingkungan menyerapkan air yang jatuh sebanyak-banyaknya ke dalam tanah (zero run off). Rumah membangun sistem saluran air bersih, air kotor, dan air limbah dibuat terpisah. Air bersih dari pompa atau PAM langsung dialirkan ke bak penampung air. Mandi sudah memakai shower. Bak-bak air mulai banyak ditiadakan karena dianggap mandi dengan gayung lebih boros air.
Air bekas pakai mandi atau mencuci sayuran didaur ulang menjadi air untuk membilas kloset, menyiram tanaman, atau mencuci kendaraan. Air bekas cuci pakaian atau alat makan ditampung, disaring (dinetralisasi), dan diresapkan secara alami ke dalam sumur resapan air yang dilengkapi filter alami (pasir, kerikil, ijuk, pecahan bata/genteng). Air kotor yang dialirkan ke dalam septic tank diproses tersendiri.
Pengolahan sampah juga dilakukan dengan memisahkan sampah organik dan anorganik sejak dari sumbernya (zero waste). Sisa sayuran, buah-buahan, dan makanan diolah menjadi sampah organik untuk memupuki tanaman di taman rumah. Barang bekas pakai dipilih dan dipilah menjadi barang siap pakai untuk fungsi baru yang lain atau disisihkan untuk diberikan kepada pemulung. Semua penghuni rumah diajak terlibat dalam pengelolaan sampah.
Jangan lupa, jika rumah dekat lokasi transportasi umum (bus atau kereta api), penghuni diajak membiasakan diri berjalan kaki dan atau bersepeda untuk menuju ke tempat kegiatan sehari-hari, terutama yang berjarak dekat. Lebih sehat, lebih ramah lingkungan. Jalur pejalan kaki yang lebar, nyaman, dan teduh di permukiman dan kota juga semakin mendorong orang untuk berjalan kaki. Penyediaan jalur sepeda juga merupakan salah satu wujud dari kota yang hijau.
Thursday, December 24, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment